DASAR-DASAR ILMU PENGETAHUAN
“Philosophy
of science without history of science is empty; history of science without
philosophy of science is blind”...(Imre Lakatos)[1]
Pengantar
Epistemologi atau filsafat pengetahuan merupakan cabang
filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skop pengetahuan,
pengandaian-pengandaian dan dasarnya_serta pertanggung_jawaban atas pernyataan
mengenai pengetahuan yang dimiliki. Aristoteles menyatakan bahwa “setiap
manusia dari kodratnya ingin tahu”. Ia begitu yakin mengenai hal itu sehingga
dorongan untuk tahu ini tidak hanya
disadari tetapi benar-benar diwujudkan di dalam karya filsafatnya.
disadari tetapi benar-benar diwujudkan di dalam karya filsafatnya.
Perspektif filsafat ilmu akan mempermasalahkan tentang apa yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan (terbatas pada ilmu pengetahuan empiris). Hal ini dimaksudkan untuk menilai apa yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan, sumber ilmu pegetahuan, dan kedudukannya dalam masyarakat bila ditinjau dari berbagai pandangan dan kemudian menentukan ciri-ciri khusus ilmu pengetahuan. Eksistensi ilmu dalam masyarakat (misalnya ditinjau dari sudut kebudayaan) untuk dapat mengetahui apakah dalam kebudayaan Indonesia memang sudah ada tradisi ilmu atau dari_mana sumber ilmu itu.
Dalam mitologi
Yunani dikenal adanya
istilah dewa Zeus
yang selalu dihubungkan dengan
persoalan cuaca, hujan
dan kilat, dewa
Poseidon ynag menguasai
lautan dan gempa
bumi. Manakala terjadi
bencana alam seperti
gempa bumi, banjir
dan lain-lainnya; manusia
selalu menghubung-hubungkan dengan
hal-hal yang bersifat supernatural.
Dalam perkembangan pemikirannnya
akhirnya manusia setelah
mengalami berbagai proses
berhasil menggunakan daya
nalarnya (ratio) dalam
memecahkan persoalannya. Seperti
yang terjadi pada
Abad Pertengahan dengan
penemuan-penemuan ilmiah oleh
Copernicus dan Edison.
Sebagaimana pendapat seorang
filosof Rene Descartes
yang mengatakan “COGITO
ERGO SUM” [2] (Aku ada karena
berpikir) maka manusia
mulai menggunakan pikirannya
yang luar biasa
ajaibnya atau berfikir adalah sebuah aktivitas menggunakan fikiran;
dengan demikian manusia menyadari keberadaannya.[3]
Sekalipun demikian
perlu dibedakan antara
penggunaan akal sehat
(common sense) dengan
ilmu pengetahuan. Letak
perbedaan yang mendasar
antara keduanya ialah
berkisar pada kata
“sistematik” dan “terkendali”.
Ada lima hal
pokok yang membedakan
antara ilmu dan
akal sehat. pertama, ilmu
pengetahuan dikembangkan melalui
struktur-stuktur teori, dan
diuji konsistensi internalnya.
Dalam mengembangkan strukturnya,
hal itu dilakukan
dengan tes ataupun
pengujian secara empiris.
Sedang penggunaan akal
sehat biasanya tidak. kedua,
dalam ilmu pengetahuan,
teori dan hipotesa
selalu diuji secara
empiris. Halnya dengan
orang yang bukan
ilmuwan dengan cara
“selektif”. Ketiga,
adanya pengertian kendali
(kontrol) yang dalam
penelitian ilmiah dapat
mempunyai pengertian yang
bermacam-macam. keempat, ilmu
pengetahuan menekankan adanya
hubungan antara fenomena
secara sadar dan
sistematis. Pola penghubungnya tidak dilakukan
secara asal-asalan. Kelima,
perbedaan terletak pada
cara memberi penjelasan
yang berlainan dalam
mengamati suatu fenomena.
Dalam menerangkan hubungan
antar fenomena, ilmuwan
melakukan dengan hati-hati
dan menghindari penafsiran
yang bersifat metafisis.
Proposisi yang dihasilkan
selalu terbuka untuk
pengamatan dan pengujian
secara ilmiah.
Tema sentral dan mendasar dalam
filsafat mulai dari Plato di Yunani kuno adalah apakah yang dapat saya ketahui
atau apa yang dapat diketahui oleh manusia? Semenjak renaisance sampai
sekarang, persoalan ini telah diperdebatkan dan menghiasi karya-karya para
filosof. Pengetahuan manusia adalah titik tolak kemajuan filsafat_untuk membina
filsafat yang kukuh tentang semesta (universe) dan dunia. Jika sumber-sumber
pemikiran manusia, kriteria-kriteria, dan nilai-nilainya tidak
ditetapkan_tidaklah mungkin melakukan studi apa pun_bagaimanapun bentuknya.
Salah satu perdebatan besar itu
adalah diskusi yang mempermasalahkan sumber-sumber dan asal usul pengetahuan
dengan meneliti, mempelajari, dan mencoba mengungkapkan prinsip-prinsip pokok
atau primer[4]
kekuatan struktur pikiran yang dianugrahkan kepada manusia. Dengan demikan
muncullah pertanyaan-pertanyaan berikut ini apa watak pengetahuan manusia itu?
Apakah apakah akal manusia yang dapat mengetahui itu? Apakah memang manusia
punya pengetahuan yang sesungguhnya yang dapat diandalkan; atau harus merasa
puas dengan pendapat atau sekedar dugaan saja? Apakah manusia terbatas
pengetahuannya pada fakta-fakta empiris atau pengalaman; dan atau mungkin dapat
mengetahui fakta-fakta di balik pengetahuan indra? Persoalan-persoalan inilah yang coba akan
dibahas di dalam makalah ini dan tentunya kesemua persoalan itu menyangkut
tentang apa sumber pengetahuan manusia.
Setiap manusia mengetahui
berbagai hal dalam kehidupan, dan dalam dirinya terdapat bermacam-macam
pemikiran dan pengetahuan; dan tidak diragukan bahwa banyak pengetahuan manusia
itu muncul dari pengetahuan lainnya; karena itu tentu akan meminta bantuan
pengetahuan terdahulu (yang terdahulu) untuk menciptakan pengetahuan baru. Lalu
masalahnya adalah bagaimana meletakkan tangan kita di atas garis-garis primer
pemikiran dan atas sumber umum pengetahuan umumnya.
Analogi
Epistemologi
Apa artinya mengetahui? Yang
jelas pada tulisan ini tidak pada posisi memberikan defisinisi pengetahuan,
karena mendefinisikan sesuatu berarti meletakkan sesuatau di dalam
istilah-istilah yang lebih dimengerti. Dan rasanya tidak mungkin karena
pengetahuan adalah “sui generis”, artinya berhubungan dengan apa yang
paling sederhana dan paling mendasar. Mengetahui merupakan peristiwa paling
mendasar dan tidak dapat direduksikan, tidak dapat dijelaskan dengan istilah
yang lebih dasar daripadanya.
Banyak pihak mencoba memberikan
kesepakatan bahwa tidak semua jenis pengetahuan dapat disebut pengetahuan;
tetapi hanya pengetahuan yang tertentu saja yang dapat disebut pengetahuan.
Bertrand Russell ia menghususkan persitilahan itu untuk menyebut jenis
pengetahuan yang dimiliki para saintis; sementara jenis pengetahuan yang lain
hanya dianggap sebagai mendekati kedudukan ilmiah. Kelihatanya apa yang dikemukakan Russell masuk akal, tetapi
sesungguhnya bertentangan dengan epistemologi_karena Russell telah mengambil
keputusan dengan meyakini keunggulan
sains di atas pengetahuan yang lain sebelum menyelidiki masing-masingnya secara
bertanggung_jawab.
Para filsuf Thomis memberi
penjelasan tentang bermacam_ragamnya makna pengetahuan. Ajaran Thomas mengenai
analogi pengada yang mempersiapkan dasar ontologi bagi analogi pengetahuan. Di
dalam Thomisme “ada” bukanlah istilah univok tetapi analog. Analog menunjuk
pada kenyataan arti yang tidak seluruhnya sama dari kata sama yang diterapkan
pada benda-benda yang berbeda. Kesamaan yang mengikat pengada-pengada dan
memungkinkan semuanya disebut dengan kata yang sama “ada”, bukanlah karena
mempunyai sifat yang identik atau univok_tetapi karena mempunyai kemiripan.
Semua benda sama sejauh mereka ada, ungkap Kenneth T. Gallagher_tetapi mereka
berbeda juga karena keberadaan mereka. Maka cara mereka berada membuat mereka
mirip satu sama lain, tetapi juga membedakan satu sama lainnya.
Istilah epistemologi berasal dari
bahasa Yunani “episteme” yang berarti pengetahuan.[5] epistemologi adalah suatu cabang dari filsafat yang
mengkaji dan membahas tentang batasan, dasar dan pondasi, alat, tolok ukur,
keabsahan, validitas, dan kebenaran ilmu, makrifat, dan pengetahuan manusia
menjadi
Pokok_bahasan_Epistemologi.[6]
Pokok_bahasan_Epistemologi.[6]
Ilmu logika adalah suatu ilmu
yang mengajarkan tentang metode berpikir benar, yakni metode yang digunakan
oleh akal untuk menyelami dan memahami realitas eksternal sebagaimana adanya
dalam penggambaran dan pembenaran. Dengan memperhatikan definisi ini, bisa dikatakan
bahwa epistemologi jika dikaitkan dengan ilmu logika dikategorikan sebagai
pendahuluan dan mukadimah, karena apabila kemampuan dan validitas akal belum
dikaji dan ditegaskan, maka mustahil kita membahas tentang metode akal untuk
mengungkap suatu hakikat dan bahkan metode-metode yang ditetapkan oleh ilmu
logika masih perlu dipertanyakan dan rekonstruksi, wal hasil masih menjadi hal
yang diragukan.
Hubungan_epistimologi_dengan_filsafat. Pengertian umum filsafat adalah pengenalan terhadap eksistensi (ontologi), realitas eksternal, dan hakikat keberadaan. Sementara filsafat dalam pengertian khusus (metafisika) adalah membahas kaidah-kaidah umum tentang eksistensi. Dalam dua pengertian tersebut, telah diasumsikan mengenai kemampuan, kodrat, dan validitas akal dalam memahami hakikat dan realitas eksternal. Jadi, epistemologi dan ilmu logika merupakan_mukadimah_bagi_filsafat.
Konsepsi dan sumber pokoknya
Hubungan_epistimologi_dengan_filsafat. Pengertian umum filsafat adalah pengenalan terhadap eksistensi (ontologi), realitas eksternal, dan hakikat keberadaan. Sementara filsafat dalam pengertian khusus (metafisika) adalah membahas kaidah-kaidah umum tentang eksistensi. Dalam dua pengertian tersebut, telah diasumsikan mengenai kemampuan, kodrat, dan validitas akal dalam memahami hakikat dan realitas eksternal. Jadi, epistemologi dan ilmu logika merupakan_mukadimah_bagi_filsafat.
Konsepsi dan sumber pokoknya
Permasalahan ini memiliki sejarah
yang penting dalam periode filsafat Yunani, Islam, dan Eropa. Dalam perjalanan
sejarah filsafat, permasalahan ini telah menghasilkan beberapa pemecahan dari
para filosof.
1. Teori Plato tentang pengingatan-kembali
Teori Plato tentang pengingatan
kembali adalah teori yang berpendapat bahwa pengetahuan adalah fungsi pengingat
kembali informasi-informasi yang telah lebih dahulu diperoleh. Plato
mendasarkan teorinya pada filsafat tentang alam ide dan keazalian jiwa.[7]
Plato yakin bahwa jiwa berdiri sendiri, terlepas dari badan, sebelum badan itu
ada. Karena wujud jiwa itu bebas dari materi_dan dapat mengetahuinya. Ketika
ia_harus turun dari alam immaterialnya untuk disatukan dengan badan dan
dikaitkan dengannya di alam materi, maka hilanglah semua yang telah
diketahuinya dari alam ide dan realitas-realitas yang tetap, serta lupa sama
sekali dengan realitas-realitas tadi. Tetapi_ungkap Plato ia kemudian mulai
memulihkan pengetahuan-pengetahuannya melalui penginderaan gagasan-gagasan
tertentu dan hal-hal partikular. Sebab semua_konsep dan hal-hal partikular itu
adalah bayangan dan pantulan dari alam ide dan realitas azali di dunia yang di
dalamnya jiwa itu pernah hidup.
Konsepsi umum_ itu mendahului
penginderaan; penginderaan tidak akan terlaksana kecuali dengan proses melacak dan
mengingat-kembali konsepsi-konsepsi tadi. Pengetahuan-pengetahuan rasional
tidak berkaitan dengan hal-hal pertikular dalam alam indera; tetapi ia hanya
berkaitan dengan realitas-realitas universal abstrak tersebut.
Teori Plato ini di dasarkan atas
dua proposisi, yakni pertama, bahwa jiwa sudah ada sebelum adanya badan di alam
yang lebih tinggi daripada alam materi. Kedua, bahwa pengetahuan rasional tidak
lain adalah pengetahuan tentang realitas-realitas yang tetap di alam yang lebih
tinggi_oleh Plato disebut archetypes.[8]
2. Teori rasional
Teori rasional pertama kali diperkenalkan oleh filosof Descartes
(1596-1650)[9]
dan Immanuel Kant (1724-1804).[10]
Teori rasional mencoba memberi rangkuman tentang sumber bagi konsepsi.
Pertama, penginderaan (sensasi)_kita
mengkonsepsi panas, cahaya, rasa, dan suara penginderaan kita terhadap semua
itu. Kedua, fithrah_dalam artian bahwa alam manusia memiliki
pengertian-pengertian dan konsepsi-konsepsi yang tidak muncul dari
indera_tetapi ia sudah ada dalam aras fitrah. Jiwa menggali gagasan-gagasan
tertentu dari dirinya sendiri. Bagai Descartes_konsepsi fithri itu adalah ide
Tuhan; sementara Kant_semua bidang pengetahuan manusia adalah fithri_termasuk
dua bentuk ruang dan waktu.
Indera menurut teori rasional_ adalah sumber pemahaman terhadap
konsepsi-konsepsi dan gagasan-gagasan sederhana; tetapi ia bukan satu-satunya
sumber, tetapi ada juga fitrah yang mendorong munculnya sekumpulan konsepsi
dalam akal.
3. Teori emperikal
Asumsi dasar teori ini bahwa penginderaan adalah satu-satunya yang
membekali akal manusia dengan konsepsi-konsepsi dan gagasan_dan bahwa potensi
mental akal budi adalah potensi yang tercermin dalam berbagai persepsi
inderawi. Jadi ketika mengindera sesuatu_kita dapat memiliki konsepsi
tentangnta_yakni menangkap form dari sesuatu itu dalam akal budi kita.adapun
gagasan yang tidak terjangkau oleh indera_tidak dapat diciptakan oleh jiwa, tak
pula dapat dibangunnya secara esensial dan dalam bentuk yang berdiri sendiri.
John Locke_filosof pertama yang menganut paham empirisme dan mengkritik
rasionalisme Descartes dengan berusaha mengembalikan segala konsepsi dan ide
kepada indera. Ajaran Locke banyak diikuti oleh filosof Berkeley dan David
Hume.
Teori emperikal berdiri atas dasar ekperimentasi ilmiah_ dan menunjukan
bahwa indera adalah yang memberikan kepada kita persepsi-persepsi yang
menghasilkan konsepsi-konsepsi manusia. Seseorang yang tidak memiliki satu
macam indera tertentu tidak dapat mengkonsepsikan pengertian-pengertian yang
mempunyai hubungan dengan indera tertentu itu.
Dengan demikian_indera berdasarkan eksperimen-eksperimen adalah struktur
pokok yang di atasnya konsepsi manusia di bangun; tetapi ide_ini tidak berarti
bahwa akal hampa dari agensi dan penciptaan konsepsi-konsepsi baru berdasarkan
konsepsi-konsepsi yang diturunkan dari indera.
David Hume salah seorang tokoh empirisme_memberikan definisi kausalitas
dalam arti yang sebenarnya_tak mungkin diketahui oleh indera; karenanya ia
mengingkari prinsip kausalitas dan mengembalikannya kepada kebiasaan
pengasosiasian ide-ide. Hume memberikan perumpamaan bahwa “aku melihat bola
bilyar bergerak dan menabrak bola lain yang lantas bergerak. Tapi_dalam gerak
bola yang pertama, tak ada yang menampakkan kepadaku kaharusan gerak bola yang
kedua. Indera batin menunjukan kepadaku bahwa gerak anggota tubuh itu mengikuti
perintah kehendak. Tetapi_hal itu tidak memberika kepadaku pengetahuan langsung
mengenai hubungan yang mesti antara gerak dan perintah itu”. Jadi_fakta
yang tidak dapat diingkari adalah bahwa kita mengkonsepsikan sesuatu prinsip
kausalitas (baik kita benarkan atau tidak).
4. Teori disposesi
Secara umum teori ini adalah teori para filosof muslim dan terangkum dalam
konsepsi mental menjadi dua yaitu konsepsi primer dan konsepsi sekunder.[11]
Konsepsi primer adalah dasar konseptual bagi akal manusia dan lahir dari
persepsi inderawi secara langsung terhadap kandungan-kandungannya. Konsepsi
tentang panas karena manusia mengkaitkannya dengan peradaban; mengkonsepsi
warna karena mengkaitkannya dengan penglihatan; mengkonsepsi rasa manis karena
mengkaitkannya dengan pengecapan; dan mengkonsepsi bau karena mengkaitkannya
dengan penciuman. Pun halnya segala ide yang diketahui dengan indera manusia.
Persepsi inderawi tentang apa yang tersebut di atas adalah sebab
pengkonsepsiannya dan sebab adanya ide tentangnya di dalam akal manusia. Dari
ide itu terbentuklah kaidah pertama (primer) bagi konsepsi; dan berdasarkan
kaidah itu_akal memunculkan konsepsi-konsepsi sekunder (turunan). Pada aras
ini_mulailah daur penciptaan_inovasi dan konstruksi (inilah yang dimaksud
dengan disposesi).
Berdasarkan teori
ini_manusia dapat memahami bagaimana konsep sebab dan akibat, substansi dan
aksiden, wujud dan unitas muncul dalam akal manusia. Kesemuanya itu adalah
konsep terdisposesi yang diciptakan akal berdasarkan ide-ide terinderai.
Misalnya, kita menginderai mendidihnya air ketika suhunya mencapai 100 C. Penginderaan
kita terhadap fenomena mendidih dan suhu dapat terjadi berulang-ulang_tanpa
kita pernah menginderai kausasi suhu terhadap mendidih. Jadi, akal manusia yang
menciptakan konsep kausalitas dari dua fenomena (mendidih dan suhu) yang
diajukan oleh indera kepada wilayah konsepsi.
Sumber-sumber
Pengetahuan
Bertrand Russell, dalam “knowledge;
its scope and limits” yang terjemahan bebasnya “apa yang diketahui oleh
seseorang_ adalah bergantung pada pengalaman pribadi; ia mengetahui apa yang
telah dilihat dan dengar, apa yang telah dibaca dan apa yang telah
diberitahukan orang lain kepadanya; dan juga apa yang telah dapat ia simpulkan
dari data-data. Lalu masalahnya kemudian adalah apakah sumber-sumber
pengetahuan itu? Dari mana sumber pengetahuan yang benar itu datang dan
bagaimana mengetahui?
Dalam pembahasan modern biasanya
disebutkan terdapat empat sumber pengetahuan[12]_
yang mungkin.
1. Kesaksian_sumber kedua (bersandar pada otoritas).
Pada umumnya_cara untuk mendapatkan pengetahuan tentang masa lalu adalah
dengan bersandar pada kesaksian orang lain (yakni kepada otoritas). Harus
diakui bahwa banyak dari pengetahuan sehari-hari di dapatkan dengan cara
seperti ini. Oleh karenanya_ manusia memperoleh pengetahuan tersebut tidak dengan intuisi atau dengan
pemikiran sendiri, atau dengan pengalaman pribadi, akan tetapi dengan pikiran
orang lain dan fakta-fakta dalam bidang bermacam-macam pengetahuan.
Otoritas sebagai sumber pengetahuan mempunyai nilai_tetapi juga berdampak
negatif. Kesaksian dan otoritas yang terbuka bagi penyelidikan yang bebas dan
jujur tentang kebenarannya adalah suatu sumber yang sah bagi pengetahuan.
Tetapi harus diyakini bahwa mereka yang diterima sebagai otoritas adalah
orang-orang yang jujur yang mempunyai kesempatan lebih banyak dari kita sendiri
untuk mendapatkan informasi. Untuk membicarakan dasar-dasar kepercayaan (the
grounds for belief) Max Black
menyatakan bahwa diantara cara yang paling berfaidah untuk menguji kualifikasi
mereka yang disebut otoritas adalah pengakuan oleh otoritas-otoritas lain;
khususnya pengakuan yang sudah dibuktikan dengan tanda-tanda kehormatan yang
resmi, seperti gelar atau derajat kesarjanaan, persetujuan dengan otoritas lain
dan adanya kemampuan khusus (mempunyai kedudukan yang memberi kesempatan untuk
mengetahui).
Kesaksian atau otoritas itu harus ditempatkan sebagai bukan sumber utama
melainkan sumber kedua; karena memang terkandung makna yang dapat dikatakan
berbahaya jika kita menyerahkan pertimbangan yang bebas kepadanya dan tidak
berusaha untuk mengungkapkan mana yang benar dan mana yang salah (atau dengan
perkataan lain kita tidak bisa menerima apa adanya dari otoritas dan tradisi
karena bisa membahayakan).
2. Indera (bersandar pada persepsi indera).
Aliran empirisme berpendirian bahwa apa yang dilihat, dengar, sentuh, cium,
dan cicipi yakni pengalaman manusia yang kongkrit dan membentuk bidang
pengetahuan. Empirisme menekankan kemampuan manusia untuk persepsi, atau
pengamatan, atau yang diterima panca indera dari lingkungan. Pengetahuan
diperoleh dengan membentuk ide sesuai dengan fakta yang diamati atau apa yang
diketahui di dapatkan dari panca indera.
Empirisme mempunyai beberapa bentuk dan bentuk yang paling sensasional
mengatakan bahwa pengetahuan itu rasa (sensation); di samping rasa tidak
ada pengetahuan. John Locke menganggap akal sebagai sepotong lilin; lilin itu
akan membentuk apa yang ditekankan kepadanya; dengan begitu akal akan memcatat
kesan-kesan yang datang dari luar (empirisme yang lebih baru menolak teori
pengetahuan ini). Dan pragmatisme sebagai suatu bentuk dari empirisme yang
radikal_menganggap akal sebagai aktif dalam memilih dan mencetak pengalamannya,
menurut kepentingan dan tugas-tugas dari organisme. Pragmatisme menekankan
dunia pengalaman yang berubah.
Bersandar pada pengetahuan empiris untuk mengenal fakta dan hubunga khusus
dalam dunia keseharian_tentu perlu bersikap hati-hati dan sadar bahwa kita
mungkin bisa tersesat walaupun dalam bidang data pancaindera. Prasangka dan
emosi mungkin dapat merusak pandangan_sehingga akibatnya kita memilih
fakta-fakta untuk membantu terlaksananya apa yang diharapkan. Pada aras ini,
pengetahuan manusia diwarnai oleh warna-warna subyektif dan pribadi_oleh
karenanya perlu kehati-hatian.
3. Pemikiran (bersandar pada akal).
Kaum rasionalis menekankan bahwa pikiran atau akal adalah faktor pokok
dalam pengetahuan; kita mengetahui apa yang dipikirkan dan bahwa akal mempunyai
kemampuan untuk mengungkapkan kebenaran dengan diri sendiri atau pengetahuan
itu diperoleh dengan membandingkan ide dengan ide. Dengan menekankan pada
kekuatan manusia untuk berfikir dan apa yang diberikan oleh akal kepada pengetahuan.
Seorang rasionalis_pada hakekatnya menyatakan bahwa rasa atau sense itu sendiri
tidak dapat memberikan kepada kita suatu pertimbangan yang koheren dan benar
secara universal. Pengetahuan yang paling tinggi terdiri atas
pertimbangan-pertimbangan yang benar yang bersifat konsisten satu dengan
lainnya. Dan pengetahuan bagi rasionalis hanya terdapat dalam konsep, prinsip
dan hukum; dan tidak hanya dalam rasa fisik.
Rasionalisme dalam bentuknya yang kurang ekstrim berpendirian bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk mengetahui
dengan pasti tentang beberapa hal mengenai alam; pengetahuan semacam itu tidak
dapat diberikan oleh rasa sendiri. Misalnya, jika A lebih besar darpada B, dan
B lebih besar daripada C, maka A lebih besar daripada C. Pengetahuan ini benar
adanya tanpa harus melihat kepada contoh-contoh yang kongkrit...sementara kaum
rasionalis ekstrim berpendirian bahwa kita dapat mencapai suatu pengetahuan
yang tidak dapat disangkal_tanpa pengetahuan inderawi. Dari titik tolak
pandangan ini_ seorang rasionalis mengaku dapat memberikan kepada kita
pengetahuan yang benar, hukum tentang alam dan tidak hanya aturan berfikir. Dan
kaum rasionalis yang radikal memberi interpretasi bahwa hukum-hukum yang
diungkapkan oleh akal adalah prinsip pokok dari alam pada umumnya.
Persoalannya, apakah ada pengetahuan apriori atau pengetahuan yang tidak
berasal dari pengalaman merupakan problem tersendiri dan penuh kontroversial.
Misalnya saja berasal dari logika dan matematika, dimana prinsipnya nampak
mempunyai sifat kepastian dan universalitas yang tinggi (Keduanya merupakan
hasil dari akal dan bukan dari indera). Filosof-filosof skolastik abad
pertengahan (begitu juga Descartes, Spinoza, Immanuel Kant) sudah memberikan
sumbangan pemikiran yang sangat besar dalam membentuk sistem pemikiran yang
mempunyai derajat tinggi dari konsistensi logika (tentu saja seluruh pemikiran
itu tidak seluruhnya benar).
4. Dalam diri sendiri (bersandar pada intuisi).
Sumber pengetahuan yang mungkin ada adalah intuisi[13]
atau pemahaman yang langsung tentang pengetahuan yang tidak merupakan hasil
pemikiran yang sadar atau persepsi rasa yang langsung. Di mana ada rasa atau
feeling di sana ada kesadaran kita tentang benda atau situasi. Takut, marah,
dengki timbul karena kesadaran kita terhadap situasi yang tidak menyenangkan.
Intuisi dapat berfungsi lebih sempurna dalam menghadapi kepentingan hidup yang
pokok, yang berlainan dari pertimbangan-pertimbangan yang kompleks dan majemuk.
Namun_intuisi mempunyai kelemahan yakni tidak merupakan metoda yang aman jika
dipakai sendirian. Ia dapat rersesat dengan mudah dan mendorong kepada
pengakuan yang tidak masuk akal kecuali dicek dengan akal dan indra. Tidak ada
intuisi atau pengalaman yang aman sehingga dapat mengelakkan diri dari kritik
rasional. Intuisi harus meminta bantuan rasa inderawi dan konsep-konsep akal
jika ia berusaha untuk berhubungan dengan pihak lain dan menjelaskan dirinya
atau jika ia mempertahankan diri terhadap interprteasi yang salah.
Nampaknya_memanh intuisi memerlukan adanya pengalaman sebelumnya dan
fikiran_serta dipengaruhi olehnya. Suatu kebenaran yang tidak diintuisikan
tetapi didukung oleh bukti-bukti akan tetap dapat diterima (namun intuisi juga
harus membuang sikap yakin dan tidak dapat salah) dengan menanamkan keyakinan
bahwa intuisi_intelek dan rasa pengalaman harus dipergunakan bersama dalam
mencari pengetahuan.
Sumber-sumber pengetahuan
sebagaimana terurai di atas tidak dapat berjalan sendiri-sendiri_melainkan
saling melengkapi dan tidak bertentangan dalam usaha mencari kebenaran. Rasa,
akal, dan intuisi begitu juga sumber kedua dari kesaksian orang lain, adalah
sumber-sumber pengetahuan yang benar (masing-masing mempunyai nilai untuk
disumbangkan dan masing-masing mungkin lebih tinggi daripada lainnya dalam
bidang-bidang tertentu).
Dengan begitu maka pengetahuan
itu tidak tercapai dalam bungkusan yang rapi yang dapat ditelusuri ke
sumber-sumber yang terpisah. Pengetahuan adalah hasil dari perkembangan yang di
dalamnya ada suatu organisme yang hidup dan mempunyai kepentingan-kepentingan
dan keinginan-keinginan serta selalu dalam kontak dan pengaruh timbal balik
dengan lingkungan yang berubah; dan dari hubungan itu timbul kesadaran_suatu
organisme menjadi sadar akan berbagai macam hal (benda-benda,
hubungan-hubungan, kejadian-kejadian dan pribadi-pribadi, perkenalan, bahasa
dan pemikiran).
Metode
di dalam Epistemologi
Anggapan umum di antara para
filsuf Skolastik untuk melihat pengkajian pengetahuan hanya di dalam penafsiran
pernyataan bisa salah arah. Kesesuaiannya terletak di dalam kenyataan bahwa
anggapan mengenai pengetahuan harus dihubungkan secara erat denga kenyataan
dari pernyataan atau penyangkalan. Saya merasa bahwa saya hanya benar-benar tahu
mengenai apa yang dapat saya nyatakan; dan persoalan mengenai kebenaran hanya
muncul dalam kaitannya dengan pertimbangan yang saya pakai untuk menyatakan
bahwa situasi peristiwa tertentu ternyata baik di dalam kenyataan. Kesesuaian
antara pikiran dengan kenyataan merupakan dasar bagi konsepsi kebenaran umum.
Jika apa yang saya nyatakan ternyata baik, maka pertimbangan saya dikatakan
sesuai dengan kenyataan, maka benar. Tetapi_sebenarnya pengetahuan bukanlah
masalah benar dan salah, tetapi kenyataan.
Namun
epistemologi bukan hanya berurusan dengan pernyataan atau pertimbangan, tetapi
berurusan dengan pertanyaan mengenai dasar dari pertimbangan. Nilai kebenaran
pertimbangan harus diputuskan berdasarkan evidensi (sesuatu yang jelas dari
dirinya sendiri); dan keterlibatan epistemologi yang sebenarnya adalah dengan
persoalan evidensi.
Persoalan metode menjadi hal yang
penting dan pokok_sebagai usaha untuk menafsirkan nilai kognitif pengalaman,
namun tidak pada posisi terlalu terbebani oleh persoalan teknis atau oleh
pengandaian-pengandaian suatu sistem filosofis tertentu. Epistemologi harus
menatap pengalaman secara langsung dan memperhatikan bahasa sehari hari.
Upaya kritis di dalam
epistemologis untuk memeriksa nilai pengetahuan dengan beranjak dari usaha
membedakan antara apa yang mantap dengan apa yang rapuh di dalam keyakinan
umum. Usaha yang paling radikal dan cerdik adalah apa yang dilakukan oleh Rene
Descartes “menggunakan keraguan untuk mengatasi keraguan”. Inilah sebuah metode
untuk menentukan sesuatu yang pasti dan tidak dapat diragukan ialah melihat
sebarapa jauh hal itu bisa diragukan.
Prosedur yang ditawarkan
Descartes disebut “keraguan metodis universal”. Artinya usaha meragukan
tersebut akan berhenti bila ada sesuatu yang tidak dapat diragukan lagi. Usaha
meragukan ini disebut “metodik”, karena keraguan yang diterapkan merupakan cara yang digunakan oleh penalaran
reflektif filosofis untuk mencapai kebenaran. Keraguan yang metodik ini bukan
menunjuk pada kebingungan yang berkepanjangan, tetapi sebagai usaha
mempertanyakan yang dilakukan oleh budi.
Bagi
Descartes persoalan mendasar bagi filsafat pengetahuan bukannya bagaimana kita
dapat tahu, tetapi mengapa kita dapat membuat kekeliruan. Kekeliruan tidak
terletak pada kegagalan untuk melihat sesuatu, tetapi kekeliruan terjadi di
dalam mengira tahu sesuatu yang tidak diketahuinya_atau mengira tidak tahu
sesuatu yang diketahuinya.
Berbeda
dengan Descartes Emile Duekheim menawarkan metodologi individualisme untuk
menanggapi isu yang ada. Dia
menyampaikan sebuah nosi bahwa fenomena sosial harus dapat dijelaskan dengan
referensi mental , tetapi juga dapat ditolak dengan pandangan yang menjelaskan
reduksi faktor biologi. Kehidupan sosial harus dapat dijelaskan bukan hanya dengan
nosi tetapi juga penyebab nyata dalam kesadaran (Thinking About Social
Thinking, 1985, P.46) dalam
pandangan Dhurkheim pandangan sosial akan berkembang sesuai ide tiap
individu dalam masyarakat. Kita harus dapat memikirkan metode individualisme
yang menuju pada fenomena sosial_dualisme.
Metodologi individualisme dinyatakan oleh Joshep Schumpeter dimana dia memandang bahwa metodologi dominan
muncul pada ekonomi ortodok. Hal tersebut sering digunakan untuk doktrin bahwa
fenomena sosial harus dapat dijelaskan dalam lingkungan individu. Inti dari teori terseut
merupakan pandangan tentang
kemasyarakatan yang berhubungan dengan individu;
proposisi komposisi dapat digunakan dalam berbagai eksistensi. Proponen dari
metodologi individualisme merupakan reduksi dari analisis ilmiah. Herbert Spencer berpendapat nosi tentang kesadaran dapat diaplikasikan pada
organisme individu bukan untuk kelompok sosial.[14]
Fenomena sosial dapat dijelaskan dalam hubungan mental. Dalam hal ini terdapat hubungan
dekat antara status kausal dan entitas mental serta metodologi individualisme.
Metodologi individualism setelah didukung secara kuat
oleh beberapa sosialog dan politikus tetapi paling banyak oleh ekonom yang
didebatkan.(lihat R.P.Dore, ’Function and Cause, in Allan Ryan,ed, the
Phylosophyof sosial Explanation,1973)
standart dari fenomena mikro ekonomi dalam literatur ekonomi bersifat
inividualis dalam menjelaskan determinasi harga pasar contohnya fungsi dari
permintaan pasar.
Barang dagangan dan pelayanan khusus diperoleh dari
kelompok yang sederhana dari fungsi permintaan yang ada pada konsumen
perseorangan. Pada sisi lain dari pasar, fungsi pemenuhan kebutuhan (supply)
dari beberapa perusahaan/firma produksi terkelompok dengan cara yang sama.
Firma/perusahaan produksi diperlakukan seperti seorang individu, dengan
mengesampingkan kompleksitas dari organisasi besar yang berhubungan dengan
badan hokum (atau menundanya sampai pemeriksaan tambahan). Konsumen dan
perusahaan/firma dimaksudkan sebagai unit pembelajaran yang tepat karena memang
pada level saat ini, keputusan atau pilihan dibuat atas dasar motif/tujuan,
selera, dan keyakinan. Para ekonom, pada umumnya, melakukan secara
sungguh-sungguh pendekatan terhadap penjelasan dari sebuah fenomena dalam
bidang pengetahuan mereka dan merasa penting untuk menyusun contoh-contoh yang
melekat secara erat pada prinsip dasar/prinsip utama dari metodologi dalam
paham perseorangan. Fenomena makroekonomi seperti pengangguran dan inflasi
belum dapat dimodelkan/diterapkan secara memuaskan melalui cara ini, dan banyak
ekonom mengungkapkan pandangan bahwa teori makroekonomi akan tetap tidak kokoh
sampai teori itu dilengkapi dengan dasar-dasar mikroekonomi.
Tesis utama
dari metodologi dalam paham perseorangan ditetapkan oleh John Stuart Mill dalam
karyanya System of Logic. Berbicara dalam “Of the Chemical, or
Experimental, Method in the Social Sciences”.
Berbagai Cara
Mencari Kebenaran
Dalam sejarah manusia, usaha-usaha
untuk mencari kebenaran
telah dilakukan dengan
berbagai cara seperti :
1.
Secara
kebetulan
Ada cerita
yang kebenarannya sukar
dilacak mengenai kasus
penemuan obat malaria
yang terjadi secara
kebetulan. Ketika seorang
Indian yang sakit
dan minum air
dikolam dan akhirnya
mendapatkan kesembuhan. Dan
itu terjadi berulang
kali pada beberapa
orang. Akhirnya diketahui
bahwa disekitar kolam
tersebut tumbuh sejenis
pohon yang kulitnya
bias dijadikan sebagai
obat malaria yang
kemudian berjatuhan di
kolam tersebut. Penemuan
pohon yang kelak
dikemudian hari dikenal
sebagai pohon kina
tersebut adalah terjadi
secara kebetulan saja.
2.
Trial And Error
Cara lain
untuk mendapatkan kebenaran
ialah dengan menggunkan
metode “trial and
error” yang artinya
coba-coba. Metode ini
bersifat untung-untungan. Salah
satu contoh ialah
model percobaan “problem
box” oleh Thorndike.
Percobaan tersebut adalah
seperti berikut: seekor
kucing yang kelaparan
dimasukkan kedalam “problem
box”—suatu ruangan yang
hanya dapat dibuka
apabila kucing berhasil
menarik ujung tali dengan
membuka pintu. Karena
rasa lapar dan
melihat makanan di
luar maka kucing
berusaha keluar dari
kotak tersebut dengan
berbagai cara. Akhirnya
dengan tidak sengaja si
kucing berhasil menyentuh
simpul tali yang
membuat pintu jadi
terbuka dan dia
berhasil keluar. Percobaan
tersebut mendasarkan pada
hal yang belum
pasti yaitu kemampuan
kucing tersebut untuk
membuka pintu kotak
masalah.
3.
Melalui
Otoritas
Kebenaran bisa
didapat melalui otoritas
seseorang yang memegang
kekuasaan, seperti seorang
raja atau pejabat
pemerintah yang setiap
keputusan dan kebijaksanaannya dianggap
benar oleh bawahannya.
Dalam filsafat Jawa
dikenal dengan istilah
‘Sabda pendita ratu” artinya
ucapan raja atau
pendeta selalu benar
dan tidak boleh
dibantah lagi.
4.
Berpikir Kritis/Berdasarkan Pengalama
Metode lain
ialah berpikir kritis
dan berdasarkan pengalaman.
Contoh dari metode
ini ialah berpikir
secara deduktif dan
induktif. Secara deduktif
artinya berpikir dari
yang umum ke
khusus; sedang induktif
dari yang khusus
ke yang umum.
Metode deduktif sudah
dipakai selama ratusan
tahun semenjak jamannya
Aristoteles.
5.
Melalui
Penyelidikan Ilmiah
Menurut Francis
Bacon Kebenaran baru
bisa didapat dengan
menggunakan penyelidikan ilmiah,
berpikir kritis dan
induktif.[15] Cara penarikan kesimpulan, sebagaimana pada contoh di
bawah ini:
Silogisma
Premis mayor : semua
manusia akhirnya mati
Premis minor :
Amir manusia
Kesimpulan : Amir
akhirnya akan mati
________________________________________________
DAFTAR PUSTAKA
Bertens,
Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta: Kanisius, 1990
Harold H. Titus,
Marilyn S. Smith, Richard T. Nolan, Living issues in Philosophy, seventh
edition, New York: D Van Nostrand Company, 1979; buku ini juga diterjemahkan
oleh Prof. Dr. H.M. Rasydi dengan judul Persoalan-persoalan Filsafat dan
diterbitkan oleh Bulan Bintang.
http:/www.al-madinah.com.
http://js.unikom.ac.id/rb/bab1.html
Kenneth T. Gallagher, Epistemologi,
Yogyakarta: Kanisius,1994
Muhammad Baqir ash-shadr, Falsafatuna,
Bandung: Mizan, 1991
Scott Gordon, The History and philosophy of social
science, New York: Routletge, 1991
Thomas O. Dea, Pengantar Filsafat, Yogyakarta:
Kanisius, 1992.
[1]
Scott Gordon, The History and philosophy of social science, New York: Routletge, 1991
[2]
Bertens, Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta: Kanisius
[3]
Demikian disampaikan Profesor Sutandyo S pada perkuliahan hari selasa tanggal
17 Nopember 2008; juga pada perkuliahan hari itu membahas tentang Induksi dan
Deduksi.
[4]
Yang dimaksudkan dengan kata pokok atau primer adalah menyangkut sumber hakiki
bagi konsepsi atau pengetahuan-pengetahuan sederhana. Pikiran manusia
mengandung dua konsepsi yakni pengertian konseptual sederhana, seperti
pengertian wujud, unitas, panas, putih dan konsepsi tunggal lainnya; dan
pengertian majemuk, yakni konsepsi yang merupakan hasil kombinasi antara
konsepsi sederhana, misalnya sebungkal gunung dari tanah dan mengkonsepsikan
sepotong emas_kemudian dikombinasikan kedua konsepsi itu; dan lahirlah konsepsi
ke tiga_yakni konsepsi “sebungkal gunung dari emas”. Konsepsi ketiga ini pada
dasarnya_adalah kombinasi dari dua konsepsi di atas.
[5]
Harold H. Titus, Marilyn S. Smith, Richard T. Nolan, Living issues in
Philosophy, seventh edition, New York: D Van Nostrand Company, 1979; buku
ini juga diterjemahkan oleh Prof. Dr. H.M. Rasydi dengan judul
Persoalan-persoalan Filsafat dan diterbitkan oleh Bulan Bintang.
[6]
http:/www.al-madinah.com.
[7]
Dikenal juga dengan archetypes Plato yang merujuk kepada bentuk-bentuk
atau ide-ide (itu adalah model-model segala sesuatu). Itu adalah
realitas-realitas imaterial, tetap, dan primer, yang terpisah, tak terbagi, tak
berubah dan tak rusak.
[8]
Muhammad Baqir ash-shadr, Falsafatuna, Bandung: Mizan, 1991.hal.28
[9]
Rene Descartes_filosof Perancis, ia meragukan segala sesuatu_ia harus aksis
agar dapat ragu; karena ragu adalah suatu bentuk berfikir, dan berfikir berarti
eksis.”aku berfikir karena itu_aku eksis” adalah proforsi pertama yang baginya
adalah pasti. Lalu ia mencapai pengetahuan bahwa Tuhan ada karena kepastian
pengetahuannya tentang dirinya. Juga pandangan Descartes yang terkenal adalah
dualitas jiwa jiwa dan raga; sebab jiwa itu tidak bergantung pada raga_ia dapat
survive tanpa raga setelah berpisah dari raga.
[10]
Immanuel Kant_filosof Jerman. Posisi Kant merupakan sintesis rasionalisme dan
empirisme masa itu. Dalam masterpiece-nya, critique of pure science,
kata murni digunakan dalam arti apriori yaitu apa-apa yang diketahui tanpa
melalui pengalaman inderawi. Kant secara kritis menelaah watak nalar. Ia
berkesimpulan bahwa tak ada ide-ide fitri yaitu ide-ide yang diketahui sebelum
pengalaman inderawi apa-pun; namun ia berbeda dengan kaum empirisme yang
menyatakan bahwa segenap pengetahuan adalah produk pengalaman inderawi.
[11]
Muhammad Baqir ash-shadr, log.cit.hal.36
[12]
Harold H. Titus, Marilyn S. Smith, Richard T. Nolan, Living issues in
Philosophy, seventh edition, New York: D Van Nostrand Company, 1979; buku
ini juga diterjemahkan oleh Prof. Dr. H.M. Rasydi dengan judul
Persoalan-persoalan Filsafat dan diterbitkan oleh Bulan Bintang.
[13]
Dalam pembahasan tentang intuisi_seringkali menemukan kata-kata seperti : rasa
yang langsung tentang keyakinan; imajinasi tercampur dengan keyakinan; respon
total terhadap situasi_pandangan langsung tentang kebenaran.
[14]
Scott Gordon, Log.Cit.
[15]
Selanjutnya Bacon
merumuskan ilmu adalah
kekuasaan. Dalam rangka
melaksanakan kekuasaan, manusia
selanjutnya terlebih dahulu
harus memperoleh pengetahuan
mengenai alam dengan
cara menghubungkan metoda
yang khas, sebab
pengamatan dengan indera
saja, akan menghasilkan
hal yang tidak
dapat dipercaya. Pengamatan menurut
Bacon, dicampuri dengan
gambaran-gambaran palsu (idola):
Gambaran-gambaran palsu (idola)
harus dihilangkan, dan
dengan cara mengumpulkan
fakta-fakta secara telilti,
maka didapat pengetahuan
tentang alam yang
dapat dipercaya. Sekalipun
demikian pengamatan harus
dilakukan secara sistematis,
artinya dilakukan dalam
keadaan yang dapat
dikendalikan dan diuji
secara eksperimantal sehingga
tersusunlah dalil-dalil umum.
Metode berpikir
indukatif yang dicetuskan
oleh F. Bacon selanjutnya
dilengkapi dengan pengertian
adanya pentingnya asumsi
teoritis dalam melakukan
pengamatan serta dengan
menggabungkan peranan matematika
semakin memacu tumbuhnya
ilmu pengetahuan modern
yang menghasilkan penemuan-penemuan baru,
seperti pada tahun
1609 Galileo menemukan
hukum-hukum tentang planet,
tahun 1618 Snelius
menemukan pemecahan cahaya
dan penemuan-penemuan penting
lainnya oleh Boyle
dengan hukum gasnya,
Hygens dengan teori
gelombang cahaya, Harvey
dengan penemuan peredaran
darah, Leuwenhock menemukan
spermatozoide, dan lain-lain.
Nama: Yulia Andini
ReplyDeleteProdi: PAI (VI)
MK : ICT
Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan
Assalamu’alaikum wr.wb.
Berdasarkan isi dari artikel diatas, yang membahas tentang apa yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan, apa yang menjadi sumber pengetahuan manusia,dan apa yang diketahui manusia serta mempermasalahkan mengenai sumber-sumber dan asal-usul pengetahuan secara hakiki. Maka, disini saya akan mencoba menyampaikan sedikit pendapat saya terhadap hal tersebut.
pengetahuan merupakan suatu ilmu yang ada pada diri manusia. Dan mengenai apa yang menjadi sumber pengetahuan manusia dan apa yang diketahui manusia sebagaimana hal tersebut yang menjadi perdebatan besar dari para pilosofy yaitu menurut pemahaman saya, untuk menjawab pertanyaan tersebut kita harus bisa memahami apa arti dari manusia itu sendriri, serta letak ilmu pengetahuan yang ada pada manusia itu sebenarnya ada di dalam qalbu. Kalau berbicara mengenai apa yang diketahui manusia, sebenarnya manusia itu tidak punya pengetahuan atau ilmu apapun. walaupun, pengetahuan dan ilmu itu bisa diperoleh manusia melalui panca indra seperti mengetahuinya ia akan warna itu merah karna ia melihatnya, manusia dapat berjalan karna kaki, dapat mendengar karna telinga, serta dapat berbicara karena mulut,.namun kesemuanya itu adalah bukan milik manusia atau hasil karya manusia itu sendiri, karena yang maha kuasa lah yang memberikan anugrah tersebut kepada manusia.Sebagai salah satu contohnya yaitu perhatikan kelima jari tanganmu! lalu buatlah sebuah genggaman tanpa jari jempol, apakah dia akan berbentuk sebuah genggaman atau tidak? yang digenggam itulah sebuah amanah yang sangat berat untuk kita jaga dan mempertanggung jawabkannya kelak ,anggap saja jari kelingking itu ilmu syari’at, jari manis adalah ilmu tarekat, jari tengan adalah ilmu hakekat dan jari telunjuk itu adalah ilmu ma’rifat lalu kelima jari tangan itu akan berbentuk genggaman apabila jari jempol itu ikut serta. Selanjutnya mengenai asal-usul pengetahuan,.sebenarnya itu bermula dari proses pentajalian yang maha kuasa.
nama:sarina
ReplyDeletejurusan:pai/VI
PENDAPAT SAYA tentang Dasar-dasar ilmu pengetahuan
Ilmu pengetahuan itu memang sudah ada pada diri kita dan lingkungan sekitar kita, tapi kita sebagai manusia harus mencari kebenaran dari suatu ilmu pengetahuan itu agar kebenarannya bisa kita ujikan atau memantapkan bagi kehidupan kita atau pengalaman kita. Di dalam al- qur’an dan hadits sudah dijelaskan tentang berbagai macam ilmu pengetahuan dan disana juga dijelaskan bagi orang yang menuntut ilmu akan diangkat derajatnya oleh allah swt, kita sebagai manusia tinggal mencari kebenarannya kepada orang yang terdahulu yang sudah mempelajarinya dan kita juga bisa mengamalkannya bagi kehidupan kita.
Dan ilmu itu tidak datang dengan sendirinya, kita harus mencarinya dan mencari kebenaran dari ilmu itu agar kita bisa memahaminya, menerapkannya dan mengamalkannya kepada penerus kita. Dan kebenaran itu kita harus selidiki dengan baik dari pengalaman kita, maupun pengalaman orang lain kita harus selidiki kebenarannya, agar kita bisa lebih memahami dasar-dasar ilmu pengetahuan.
Nama:irawan jaya agaung
ReplyDeleteProdi:pai(VI)
Pemdapat saya tentang dasar-dasar ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan itu memang sudah ada pada dirikita sejak zaman dahulu dampai sekarang.
Tetapi kita sebagai manusia kita harus mencari yang namnya mu pengetahuan.
Supaya kita bisa tau apa itu ilmu pengetahuan yang sesungguhnya.
pengetahuan tidak dapat berjalan sendiri-sendiri_melainkan saling melengkapi dan tidak bertentangan dalam usaha mencari kebenaran. Rasa, akal, dan intuisi begitu juga sumber kedua dari kesaksian orang lain, adalah sumber-sumber pengetahuan yang benar (masing-masing mempunyai nilai untuk disumbangkan dan masing-masing mungkin lebih tinggi daripada lainnya dalam bidang-bidang tertentu).
Dengan begitu maka pengetahuan itu tidak tercapai dalam bungkusan yang rapi yang dapat ditelusuri ke sumber-sumber yang terpisah. Pengetahuan adalah hasil dari perkembangan yang di dalamnya ada suatu organisme yang hidup dan mempunyai kepentingan-kepentingan dan keinginan-keinginan serta selalu dalam kontak dan pengaruh timbal balik dengan lingkungan yang berubah; dan dari hubungan itu timbul kesadaran_suatu organisme menjadi sadar akan berbagai macam hal (benda-benda, hubungan-hubungan, kejadian-kejadian dan pribadi-pribadi, perkenalan, bahasa dan pemikiran).
supriadi
ReplyDeletesemester VI PAI
Menurut saya, Ilmu pengetahuan lahir karena adanya keingintahuan (rasa ingin tahu) yang begitu besar dari manusia akan segala sesuatu. Keingintahuan itu berdasarkan akal fikiran. Akan tetapi, tidak semua pengetahuan disebut ilmu pengetahuan, hanya pengetahuan yang dapat diuji dengan bukti empiris saja yang bisa disebut ilmu pengetahuan.
Pengetahuan membutuhkan proses yang lama untuk disebut sebagai ilmu pengetahuan. Pengetahuan harus melalui beberapa pengujian dan dapat diterima oleh semua orang secara logika barulah pengetahuan itu bisa disebut sebagai ilmu pengetahuan.
Konsepsi dan sumber pokok epistemologi, saya lebih cenderung kepada teori ynag dikemukakan oleh Plato karena apa yang dikemukakannya sejalan dengan apa yang dijelaskan Al-Qur’an dalam surat Al-A’raf:172.
“ Dan (ingatlah) ketika TuhanMu mengeluarkan dari sulbi (tulak belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah telah mengambil kesaksian terhadap ruh mereka (seraya berfirman) ”bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab,”betul (engkau Tuhan kami), kami bersaksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan, “sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini”.
Sumber pengetahuan dan cara mencari kebenaran berbeda antara yang satu dengan yang lain, tapi secara garis besar seperti apa yang dijelaskan dalam artikel seperti tertera di bawah ini.
Sumber pengetahuan:
1. Kesaksian sumber kedua (berstandar pada otoritas).
2. Indera (berstandar pada persepsi indera).
3. Pemikiran (berstandar pada akal).
4. Dalam diri sendiri (berstandar pada intuisi)
Cara mencari kebenaran:
1. Secara kebetulan
2. Trial and Error
3. Melalui otoritas
4. Berfikir kritis/berdasarkan pengalaman.
5. Melalui penyelidikan ilmiah.
Nama: Dewi patniwati
ReplyDeleteSmester VI PAI
Dasar-dasar ilmu pengetahuan menurut saya memang suda ada atau sudah melekat pada diri manusia, dimulai dari rasa ingin tahu.
Manusia sbg ciptaan Tuhan yg sempurna dlm memahami alam sekitarnya terjadi proses ygbertingkat dari pengetahuan atau sbg hasil tahu manusia yang ingin mencari kebenaran. Misalnya apa itu air, apa itu manusia, mengapa air mendidih, mengapa bumi berputar dan sbgnya... Maka dengan ilmu pengetahuan dapa tejawab sbuah pertanyaan, mengapa dan bagaimana sesuatu trsbt terjadi, mengapa dan bagaimana sesuatu tsb dapat trjadi.
NAMA : NORI INDRIANI
ReplyDeleteSEMESTER:VI (PAI)
Assalamu’alikum Wr. Wb.
Menurut pendapat Saya Setiap manusia memiliki dasar-dasar ilmu dan mengetahui berbagai hal dalam kehidupan, dan dalam dirinya. Terdapat bermacam-macam pemikiran dan pengetahuan dan tidak diragukan bahwa banyak pengetahuan manusia itu muncul dari pengetahuan lainnya. Karena itu tentu akan meminta bantuan pengetahuan terdahulu (yang terdahulu) untuk menciptakan pengetahuan yang baru.
Kita mencoba memberikan kesepakatan bahwa tidak semua jenis pengetahuan dapat disebut pengetahuan, tetapi hanya pengetahuan yang tertentu saja yang dapat disebut pengetahuan.
Dalam diri manusia memang sudah ada yang namanya ilmu pengetahuan akan tetapi kita perlu mengembangkan ilmu tersebut dengan baik bagi kita (memilih/menyaring ilmu penetahuan tersebut).
NAMA : NURUL AINI
ReplyDeleteSEMESTER : VI (PAI)
Menurut pendapat saya,dasar-dasar ilmu merupakan suatu pandangan hidup yang dijadikan sebagai dasar setiap tindakan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.Dan juga dipergunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan.pandangan hidup akan tercermin didalam sikap hidup dan cara hidup.Sikap dan cara hidup ini dapat muncul apabila manusia memikirkan dirinya secara total dan sebagai proses mempelajari kekuasaan,wewenang,dan upaya manusia untuk mendapatkannya.Dari ilmu manusia mempelajari upaya-upaya untuk memahami kebutuhan hidup.
Ilmu adalah suatu hal yang diwajibkan bagi setiap umat muslim,dan mengalair seperti air,dan merupakan hal yang utama.
Nama : kamariah
ReplyDeleteSemester : VI
Dasar-dasar ilmu pengetahuan
Menurtu pendapat saya mengenai artikel diatas bahwa pengetahuan merupakan suatu ilmu yang ada paada diri manusia dari sejak lahir serta dalam lingkungan sekitar, pengetahuan tersebut sudah ada tugas kitas ekarang adalah harus mencari pengetahuan itu. Dalam mencari sebuah pengetahuan memang membutuhkan proses yang alam untuk sampai kepada ilmu pengetahuan tentunya melalui beberap pengujian sehnnga semua orang pun bias menrimanya secara logika barulah pengetahuan tersebut bisa disebut dengan ilmu pengetahuan. Didalam al-qur’an dan hasdist juga sdudah dijelaskan tentang dasar – dasar ilmu pengetahuan yang ada pada diri sendiri.
Nama:Nurhayati
ReplyDeleteProdi:PAI V1
Menurut pendapat saya:dasar ilmu pengetahuan merupakan cabang pilsafat yg mempelajari dan menentukan kodrat dan pengetahuan.setiap manusia bersipat ingin tau ia bgtu yakin mengenai hal apa saja sehingga ada dorongan untuk tau ini tdk hanya di sadari tetapi bnr2 di wujudkan di dlm karya pilsafat.
sebagaimana pendapat seorang pilosop yg mengatakan bahwa COGITO ERGO SUM"dari situ manusia mulai menggunakan pikirannya yg luar biasa.
berpikir adalah sebuah aktivitas yg menggunakan pikiran,dengan demikian manusia menyadari keberadaannya.
ada 4 pokok yg membedakan antara ilmu dan akal sehat yaitu:
1.ilmu pengetahuan di kembangkan melalui struktur2 teori
2.adanya pengertian kendali (kontrol) dlm penelitian ilmiah
3.ilmu pengetahuan menekankan adanya hubungan penimena scra dasar dan sistematis
4.perbedaan terletak pada cara memberi penjelasan yg berlainan dlm mengamati suatu penomena.
NAMA :ANA SUSANTI
ReplyDeleteSEMESTER :VI(PAI)
Menurut saya Dasar-dasar ilmu pengetahuan ini ialah:suatu cabang ilmu yang merupakan suatu ilmu yang telah diwariskan oleh para ahli karna ilmu pengetahuan sumber dari ilmu pengetahuan yang ditinjau dari sudut pandang masyarakat dan juga mempunyai ciri-ciri khas dari ilmu pengetahuan itu,banyak sekali perdebatan yang dilakukan dari sumber-sumber pengetahuan itu, untuk menemukan suatu kebenaran dari dasar-dasar ilmu pengetahuan itu sendiri.
Nama : Nurlaila Azmi
ReplyDeleteSemester : VI
Menurut pendapat saya tentang dasar – dasar ilmu pengetahuan :
Ilmu pengetahuan merupakan suatu ilmu yang sudah ada pada diri kita sendiri dan lingkungan sekitar . dan ilmu pengetahuan memang sudah da sejak kita lahir sampai sekarang ini . tetapi tugas kita adalah mencari ilmu pengetahuan tersebut supaya kita bisa tahu arti dari ilmu pengetahuan .
Mencari ilmu pengetahuan memang membutuhkan proses yang begitu lama sehingga kita mencari ilmu pengetahuan itu harus memiliki rasa ingin tahu seperti apa dan bagaimana dengan penuh kesabaran dan kesadaran sehingga kita bisa memahaminya dan menerapkan kepada penerus – penerus kita dengan pengalaman – pengalaman yang kita dapat.
NAMA :NINA NURAMELIANA
ReplyDeleteSEMESTER :VI (PAI)
Menurut saya dasar-dasar ilmu pengetahuan ini adalah:Ilmu pengetahuan dikembangkan untuk meningkatkan harkat hidup manusia, sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Masalahnya, manusia sering memiliki rasa serakah, sehingga ilmu pengetahuan tidak jarang digunakan untuk memenuhi kepentingannya sendiri walaupun dengan cara mengorbankan orang lain. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya penyalahgunaan ilmu pengetahuan. Karena itulah ilmu pengetahuan harus memiliki etika atau kode etik ilmu pengetahuan. Dalam mempelajari etika ilmu pengetahuan, masalah yang menjadi perhatian utama adalah masalah utilitarisme. Utilitarisme adalah nilai praktis kegunaan ilmu pengetahuan. Dalam konteks utilitarisme, ilmu pengetahuan harus dikembangkan dalam rangka memberikan kebahagiaan dan kesejehteraan semua manusia. Dari situlah perlu ada rasa keadilan dalam penerapan ilmu pengetahuan.
NAMA :SUDIARNI
ReplyDeleteSEMESTER :VI (PAI)
Menurut pendapat sya tentang dasar-dasar ilmu ini adalah:Dimana Pengetahuan yang dimiliki manusia memang mampu dikembangkan. Hal ini karena dua hal utama, yaitu pertama, manusia mempunyai bahasa mengomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua, manusia mampu mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan mantap. Kemampuan berfikirnya berada dalam suatu alur kerangka berfikir tertentu. Secara garis besar, cara berfikir demikian disebut penalaran (pemikiran logis dan analitis).
Binatang mampu berfikir namun tidak mampu berfikir nalar. Insting yang dimiliki binatang jauh lebih peka daripada insting seorang insinyur. Binatang sudah jauh-jauh berlindung ke tempat aman sebelum gunung meletus, namun binatang tidak mampu menalar gejala mengapa gunung meletus. Kelebihan inilah yang memungkinkan manusia mengembangkan pengetahuannya yakni bahasa dan pikiran.